Hari ini , tepat 67 tahun yang lalu Pada 10 November pagi, tentara Inggris melancarkan serangan besar-besaran dan dahsyat sekali, dengan mengerahkan sekitar 30.000 serdadu, 50 pesawat terbang, dan sejumlah besar kapal perang.
Berbagai bagian kota Surabaya dihujani bom, ditembaki secara membabi-buta dengan meriam dari laut dan darat. Ribuan penduduk menjadi korban, banyak yang meninggal dan lebih banyak lagi yang luka-luka. Tetapi, perlawanan pejuang-pejuang juga berkobar di seluruh kota, dengan bantuan yang aktif dari penduduk.
Pihak Inggris menduga bahwa perlawanan rakyat Indonesia di Surabaya bisa ditaklukkan dalam tempo 3 hari saja, dengan mengerahkan persenjataan modern yang lengkap, termasuk pesawat terbang, kapal perang, tank, dan kendaraan lapis baja yang cukup banyak.
Namun di luar dugaan, ternyata para tokoh-tokoh masyarakat yang terdiri dari kalangan ulama' serta kyai-kyai pondok Jawa seperti KH. Hasyim Asy'ari, KH. Wahab Hasbullah serta kyai-kyai pesantren lainnya mengerahkan santri-santri mereka dan masyarakat umum (pada waktu itu masyarakat tidak begitu patuh kepada pemerintahan tetapi mereka lebih patuh dan taat kepada para kyai) juga ada pelopor muda seperti Bung Tomo dan lainnya. Sehingga perlawanan itu bisa bertahan lama, berlangsung dari hari ke hari, dan dari minggu ke minggu lainnya.
Perlawanan rakyat yang pada awalnya dilakukan secara spontan dan tidak terkoordinasi, makin hari makin teratur. Pertempuran besar-besaran ini memakan waktu sampai sebulan, sebelum seluruh kota jatuh di tangan pihak Inggris.
Peristiwa berdarah di Surabaya ketika itu juga telah menggerakkan perlawanan rakyat di seluruh Indonesia untuk mengusir penjajah dan mempertahankan kemerdekaan. Banyaknya pejuang yang gugur dan rakyat yang menjadi korban ketika itulah yang kemudian dikenang sebagai Hari Pahlawan.
Hari pahlawan merupakan rangkaian yang tak terpisahkan dari diorama perjuangan bangsa yang diawali dengan sumpah pemuda (28 Oktober), Kebangkitan nasional (20 Mei), sampai puncaknya kemerdekaan (17 agustus). Kita harus mampu memahaminya dalam satu tarikan nafas.
Peringatan peristiwa sejarah dimaksudkan untuk memperbarui semangat kebangsaan kita sebagai warga negara. Peristiwa-peristiwa tersebut memiliki makna yang sangat dalam tentang semangat perjuangan yang dilakukan para pejuang tempo dulu dalam menghadapi dan menghalau para penjajah Belanda dari bumi nusantara.
Semangat heroik para pahlawan itu menjadi patokan nilai bagi generasi sekarang dan masa mendatang dalam mengisi kemerdekaan. Perjuangan melepaskan diri dari belenggu penjajahan merupakan perjuangan yang sangat berat, namun perjuangan mengisi kemerdekaan lebih berat lagi.
Tantangan yang dihadapi generasi saat ini lebih kompleks dengan musuh yang tidak lagi kasat mata seperti penjajah pada masa kemerdekaan dulu. Sekarang kita dituntut mampu melepaskan diri dari penjajahan kebodohan, kemiskinan dan keterbelakangan.
Hari pahlawan menjadi momen tepat untuk memperkuat kembali jiwa kerelaan berjuang dan berkorban demi kepentingan bangsa. Semangat berkorban ini bagi generasi yang lahir paska kemerdekaan dan tidak merasakan perjuangan fisik telah mulai terkikis. Jiwa berkorban yang dulu begitu besar dimiliki para pejuang sekarang hilang diganti oleh jiwa rakus, aji mumpung, dan mental korup.
Hal inilah yang perlu direnungkan generasi penerus bangsa untuk tidak melupakan Sejarah Perjuangan Bangsa, karena ada peribahasa: Kalau ingin menghancurkan suatu bangsa, hancurkanlah sejarahnya (Milan Kundera, Ilmuwan Chekoslowakia). Kenyataannya dewasa ini para generasi penerus banyak yang melupakan sejarah.
Terkotak-kotak! Tidak bisa membaur. Diskriminatif! Kulit putih mata sipit membuat lingkaran sendiri. Kulit sawo matang membuat lingkaran sendiri. Kulit hitam membuat lingkaran sendiri!. Berjuang demi kejayaan kelompoknya sendiri. Yang kaya menindas yang miskin. Naudzubillahi Mindzaliq...
Mari semua dengan semangat Hari Pahlawan ini kita bersatu padu dalam keragaman.
Mari kita teladani semangat juang arek-arek Suroboyo waktu itu!
Selamat Hari Pahlawan!
0 komentar:
Posting Komentar